Di kampung saya saat ini lagi rame-rame ngomongin desa tetangga, Purwoharjo, yang juga ndak satu kecamatan. Proyek Waduk Tinalah!
Desa Purwoharjo terletak di kecamatan Samigaluh, yang secara geografis merupakan bagian dari Perbukitan Menoreh dan memiliki kecenderungan rawan longsor pada musim penghujan dan musim kemarau kesulitan air. Rencana proyek ini tentu menjadikan pertanyaan berbagai pihak baik yang terkait (pemilik tanah yang tergusur) maupun tidak secara langsung. Apa pertimbangan pemerintah untuk segera merealisasikannya? Apalagi, menurut seorang warga Dukuh Desa Purwoharjo, para pejabat telah melakukan studi kasus dan menggoalkannya [ditandatangani].
Jujur, saya ndak bisa komentar banyak, berkali-kali saya mendengar warga resah, bingung akan tinggal di mana, belum lagi kekhawatiran kalau yang terjadi adalah warga sekitar justru malah susah mendapatkan air karena konturnya yang berupa perbukitan, seperti yang pernah terjadi di waduk Sermo. Hm….
Saya tidak akan meneruskan caritera tentang apa opini saya, tapi ada satu yang menarik….para sesepuh tidak menginginkan pembangunan proyek ini karena akan merusak sejarah. Agresi Militer II dan Perang Diponegoro. Pada Agresi Militer II, di sebuah dusun bernama Dukuh dan Banaran merupakan tempat berjasa dalam pengiriman kawat ke Bukit Tinggi. Perang Diponegoro terjadi karena Pangeran Diponegoro tidak menyetujui rencana Belanda untuk membangun jalan Magelang-Jogja yang melewati makam leluhurnya yang berada di Tegalrejo [sekarang menjadi museum Sasana Wiratama]. Pangeran Diponegoro dianggap memberontak, Belanda mengepung sampai akhirnya terdesak dan mengungsi ke Dekso sebelum ke Goa Selarong.
Apa yang saya liat sekarang…..
Sepengetahuan saya, sungai Tinalah yang berhilir di sungsi Progo dapat disusuri setelah keluar dari Dekso menuju arah barat. Dengan menyusuri jalan raya Dekso-Samigaluh, maka sungai Tinalah akan berada persis di samping kiri. Sisi sebelah kanan… Dari kejauhan akan terlihat bukit kapur, di mana terdapat gua yang dikenal masyarakat sekitar sebagai Gua Kethek. Tiga kilometer kemudian akan terdapat patung Pangeran Diponegoro menunjuk sebuah jalan menanjak menuju GOA SRITI dengan tulisan di bawahnya KABUDWAREH [saya masih sering bertanya-tanya singkatan apakah KABUDWAREH itu….] dan satu kilometer kemudian sampailah di Dusun Dukuh. Sepanjang jalan, mata akan dimanjakan dengan beningnya sungai plus keasyikan meliuk-liukkan motor. Turunan dan tanjakan sedang, seakan menjadi pemanasan sebelum melewati jembatan Keji dan kemudian melewati tanjakan tajam berbelok PUCUNG! [saya hampir selalu memasang gigi 2 bahkan 1 di tanjakan ini ;p]
Note : kalo beneran di bikin…. rumah saya bakalan seperti SITU GINTUNG ;D
kosek! kalau rumahmu Situ Gintung, nanti pasar Dekso jadi apaan dunk? ndak realistis ah, lagipula jalan ke Samigaluh kan membentang lewat sana.
Pasar Situ Gintung, wheek :p
Masih ada banyak jalan lagh kale, kae liwat Kiskendo 😀
Salah satune lewat dekso(ke utara)-piton-gereja boro-gorolangu-sulur-kantor kecamatan samigaluh, ndalanne yo wis alus, tanjakanne ga separah PUCUNG(tanjakan setelah KEJI) ming yo kuwi, aku luwih seneng jalan utama daripada lewat boro, sensasine dapet, serasa trek motoGP (lebay mode) wkwkwk
ah kadoan..ndadak muter2…
hahahaha..
😀