Tanggal 15 februari kemaren, sebuah obsesi jalan-jalan saya sedikit (saya ulang lagi ya, sedikitttt) terwujud.
Yang namanya obsesi itu, ya…pengen aja…mbuh piye carane 😀
Polres Kulon Progo, 9 februari 2010, situasi menunggu panggilan. Pencet-pencetlah tangan di K800. Sasaran Wiro, temen SMA, kuliah di Geologi….dengan skripsi batuan di perbukitan Menoreh Borobudur. Okeh…cukuplah buat menggali informasi gimana caranya “nrabas Suroloyo-Borobudur via Aman Jiwo” menurut Wiro 212, perjalanan akan makin menyenangkan jika on foot. Lhah?!…sakjane aku yo ra relo, mlaku, trus seko Borobudur naek Suroloyo, TIDAKKKKKK, kalau pakai opsiku, mudhun wae. Setelah ngalor ngidul tanya rute, tiba-tiba keluarlah statement makplenyik, “Sori, em, aku ra duwe motor, tur yo aku lagi flu.” Woooolha…..padahal sesuai dengan rekomendasinya, saya berhasil menggondhol Wijna buat jadi juru potret.
Sampai dengan hari jum’at, daftar peserta masih saya, Sari dan Wijna dengan hari yang disepakati adalah Senin/Selasa tanggal 15/16 februari. Saya mulai kembas-kembis…. bukan-apa-apa, masalahe Sa ogah jalan kaki, Wijna belum punya SIM C, otomatis saya tidak bisa memutuskan bagaimana akomodasi yang cocok dengan segala keinginan kami. Opsi : panggil anak infotech, Septo Cs!
Cuci Motor Plipiran, sabtu 13 feb, situasi menunggu motor bersih mengkilat. Iseng punya iseng mampir ke profil Sa. Dika….ya Dika bisa dimanfaatke ki. Dika, teman sekelas SMP Sa, anak ilmu Pemerintahan UGM 2005, domisili Munggang Wetan, Samigaluh. Selanjutnya…obrolan diteruskan via message dan sms, maklum beberapa kompromi harus diambil. Sebut saja Dika yang ogah turun gunung dari Munggang Wetan tercinta, dan lebih memilih menunggu di rumahnya atau Wijna yang memaksa Mongoose ditandem, begh…yang benar saja kalian! tanpa babibu…diputuskan, peserta: Dika, Emma, Sari, Wijna; Kumpul jam 7 tit di rumah Emma.
Senin, 15 Februari 2010, pagi yang rada mendung

naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali
Sebuah keputusan sepihak harus siap menuai aksi sepihak dari objek penderita…. Itulah yang saya alami. Jam 8 kurang Dika baru datang, itupun setelah diteror via sms. Wijna…malah cari masalah, ngonthel dari Tanah Seribu, plus milih Jalan Kebon Agung yang baru dilewatinya sekali, ngalamat mblusuk ki 😀 Syukure jam 8 theng udah nyampe Tempat Kumpul Peserta.
Membawa seorang bocah Samigaluh, tentu saja membawa banyak berkah. Selama ini orang ke Suroloyo dengan dua alternatif rute, lewat jalan utama Samigaluh, kemudian sampai Totogan belok kanan; atau alternatif ke dua lewat Sendang Sono, tapi kali itu tidak! Lihat rute kami. Dekso-Piton-Boro-Munggang-Madigondo-Suroloyo. Dari perempatan Dekso kami ke arah utara (Jalan Wates-Muntilan) sekitar 1,5 km sampailah di pertigaan Piton, kami belok kiri, melewati rumah sakit Santo Yusuf, Borosuci, dengan lumayan nanjak (bagi orang seperti saya yang rada anti maen ke Samigaluh bawa muatan, sampai pindah ke gigi 1) sampailah di suatu pertigaan, dan kami berhenti sebentar. Di kejauhan terlihat sebuah air terjun! Rugilah kalau tak ke sana. Untuk ke air terjun tersebut, kami belok kanan, rada ragu juga sih, kok yo nanjak lagi thow. Kami berhenti di Masjid Al Bashirah, Munggang, Lor Sidoharjo, dan melanjutkan perjalanan on poot!
Warga sekitar memberi nama air terjun tersebut dengan Curug, padahal setahu saya dua kata itu adalah padanan kata yang sama artinya, ehm… bagaimana kalau saya beri nama? 😀 Sebagaimana, curug-curug kecil di Samigaluh yang musiman, artinya kalau musim ujan jadi air terjun kalo kemarau jadi batu karang 😀 Hal tersebut berlaku juga dengan curug yang satu ini, apalagi menurut Dika aliran air di atas Curug telah dibendung untuk pengairan daerah sekitar. Hm… mungkin perlu dicek saat musim kemarau tiba.
*** Di antara kami mungkin hanya Wijna yang kegirangannya melebihi stadium lebay :D. Bocah iki sepertinya udah jarang nemuin aer sebagai objek fotonya. Saking senengnya, ni orang mpe susah di ajak balek! Hufh.

tourism map
Next destination, tentu aja Suroloyo. Perjalanan menanjak dan berkelok-kelok dengan lereng-lereng curang di sisi kanan dan kiri, cukup buat aku dan Sa…ketawa-ketiwi, kadang seenak udel nglorot gigi di tanjakan, kadang salah pasang gigi juga, kadang ada kejutan juga di depan tikungan :D. Untung aja semua udah disiapin, terutama bensin! Sayange, karena minjem motore Bapak, lupa ngencengin rem.
Yeahh…akhirnya kesampaian juga ke Suroloyo, hihihi, iki pertama kalinya lho, padahal sebelum pindah ke Dekso, saya adalah warga Samigaluh! Berbeda dengan Curug, di Suroloyo ini kami kudu bayar retribusi, yang alhamdulillah ditawar dengan baik oleh Si Dika -maklum dia kan wong nGaluh-..jadilah kita bayar Rp.5000 buat berempat :D.
Sampai Suroloyo…apalagi yang di cari kalao bukan Candi Borobudur. Puncak Suroloyo yang berkabut memaksa kami buat lebih bersabar. Eh..setelah dicari, ternyata kecil banget 😀
Jam 11an kami bertolak dari Suroloyo menuju Borobudur. Saatnya petualangan dimulai, itu pikiran saya. Njiah… ternyata Si Dika malah ambil rute biasa, dengan alasan keselamatan!…Turun Dari Suroloyo, lewat Madigondo. Sampai akhirnya, ketemu jalan Muntilan-Wates. Huuu, gatot tenan, niat saya nrabas kan biar bisa lewat Amanjiwo Resort,….yach ngintip dikit ndak apa thow. Pengen liat aja, pemandangan apa yang ditawarin Amanjiwo buat turis-turis berduit, kenapa juga bule bisa pake (nyewa apa beli yach) tempat yang berada di sisi selatan borobudur, trus gimana masyarakat sekitar nanggepinnya…..Hoooo. Suroloyo-Borobudur via Amanjiwo!

selalu jadi object penderita
Borobudur seperti biasa, tetap panas! Ada pemandangan yang berbeda, sewa sarung batik, simplenya sih demi kesopanan aja. Menurut guide Borobudur a.k.a Wijna, UNESCO kini udah turut mengelola Borobudur, jadilah beberapa peraturan di buat demi kelestarian warisan budaya dunia.
Akhirnya setelah capek naik-naik, naik ke Curug, naik ke Suroloyo, naik ke stupa teratas Borobudur. Jam 2 kami udah sampai di Dekso kembali!
Terimakasih Dika, terimakasih Sa, terima kasih Wijna. Suatu saat saya akan ke sana lagi….
mau nengok puncak Curug, mau berflying fox ria di Suroloyo dengan Rp 5000, dan tentu aja mau ngintip Amanjiwo! 😀
Artikelku motret Curug ki populer lho! Saya sih maunya ndaki Suroloyo pakai sepeda.
BTW, ndang koni nikah ro bule sugih ben isa mlebu Amanjiwo 😀
Ho o, kok post neng flickr juga sih :p
Kudune kowe matur nuwun ro aku, wkwkwk
Hohoho…..Amanjiwo!
wah amanjiwo ya.. si david beckham pernah juga lho ke sana sama istrinya. waktu turun di adisutjipto ngga ketahuan sama orang2. mungkin menyamar jadi turis biasa..
Ha5, jarene sih ngono….